Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Aku LULUS dengan nilai yang memuaskan. Kini saatnya untuk menentukan masa depan dengan pilihanku sendiri. Aku memutuskan untuk meneruskan dengan berkuliah disalah satu Universitas yang sudah cukup terkenal. Di keluargaku memang diharuskan untuk melanjutkan pendidikan ditingkat yang lebih tinggi. Karena itu bisa menjadi bekal ilmu untuk masa depanku. Kakak perempuanku telah berhasil kuliah di STAN dan sekarang bekerja di KPPN Bali. Kakaku juga menjadi motivator yang mambantu ku untuk melanjutkan kuliah. Awalnya aku ingin menjadi Jurnalis ya, kalau pun tidak aku ingin menjadi Psikologi. Tapi keinginanku terbentur dengan keinginan orang tua. Mama beranggapan untuk apa anak perempuannya menjadi jurnalis. Takutnya tidak ada prospek tujuan masa depan. Lebih baik mengambil keguruan atau kedokteran. Awalnya aku kokoh terhadap pendirianku, tapi lama kelamaan aku mundur juga. Aku mengikuti saran mama untuk menjadi guru, karena masa depan lebih terjamin. Aku memilih jurusan keguruan di salah satu Universitas yang memang bagus di bidang keguruan UNJ. Ya, itu pilihanku.
Tapi nasib berkata lain SPBM aku gagal. Aku hanya bisa terdiam dan merasa sangat gagal. Padahal Universitas tersebut sangat ku idamkan. Setelah mendengar kabar aku gagal SPBM, mama hanya bisa menasehati dengan bijak bahwa kegagalan itu kunci keberhasilan. Dan aku harus meyakini bahwa di balik ini semua ada jalan yang paling terbaik yang akan diberikan Allah kepada diriku. Tapi tidak dengan papa, aku bersitegang dengannya. Papa merasa aku tidak berkompromi dahulu dengannya tapi hanya dengan mama. Disaat itu papa marah dan menganggap aku telah gagal sekali karena tidak berkompromi dengan papa.
Aku merasa bahwa aku tidak boleh menyesali pilihanku sendiri. Karena semua itu aku yang akan menjalaninya. Aku senang dengan pilihanku dan itu sesuai kemampuanku. Makin aku dipaksa makin keras aku akan melawan. Beberapa hari setelah konflik itu terjadi mama mulai berbicara dengan papa. Akhirnya semua bisa diatasi dengan kepala dingin. Saat-saat menegangkan telah usai, kini setelah aku gagal dengan SPBM, mama memberi saran untuk melanjutkan kuliah di Universitas Islam Negeri. Tadinya aku sempat ragu karena aku tidak banyak mengetahui tentang UIN. Untungnya aku punya kenalan disana, dan dia menceritakan sepengetahuannya tentang UIN.
Setelah ku pikir-pikir tidak ada salahnya mencoba dulu. Aku mulai mendaftar dan mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Alhamdulilah aku diterima di jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Ilmu Tabiyah dan Keguruan. Tak henti-hentinya rasa syukur ku panjatkan. Mama dan papa ikut senang atas keberhasilanku. Mereka percaya bahwa ini jalan yang terbaik untuk masa depanku. Dan kakak serta adik perempuanku ikut senang atas keberhasilanku.
Di tengah-tengah rasa kebahagiaan yang ku alami, tidak sedikit teman-teman yang menanyakan aku diterima di jurusan apa?. Awalnya aku tampak ragu dan tidak percaya diri akan mengatakan bahwa aku diterima di jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Teman-teman ku yang lain ada yang berkuliah di jurusan Public Relation, IT, Akutansi, bahkan jurusan tehnik. Pacarku saja sempat meragukannya. Karena dia masuk Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Jakarta. Saat itu aku benar-benar tidak bisa mengatakan kepada yang lain bahwa aku di jurusan Bahasa Indonesia. Seakan-akan jurusan tersebut tidak ada artinya. Tapi dengan dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat serta pacarku yanng bisa bersikap dewasa. Aku pun mulai tumbuh rasa kebanggaan dan rasa keingin tahuan yang lebih lanjut tentang Bahasa Indonesia yang sebenarnya di anggap gampang oleh orang-orang tetapi dalam kenyataannya tidak. Itu menjadi tantangan yang harus bisa ku jalani. Insyaallah akan ku buktikan. Dengan semua kejadian yang telah kualami, aku sadar hidup itu pilihan, dan pilihan itu menjadi tantangan yang akan kita jalani dengan keyakinan dan rasa syukur atas semua yang sudah ALLAH berikan kepada kita semua.
Tapi nasib berkata lain SPBM aku gagal. Aku hanya bisa terdiam dan merasa sangat gagal. Padahal Universitas tersebut sangat ku idamkan. Setelah mendengar kabar aku gagal SPBM, mama hanya bisa menasehati dengan bijak bahwa kegagalan itu kunci keberhasilan. Dan aku harus meyakini bahwa di balik ini semua ada jalan yang paling terbaik yang akan diberikan Allah kepada diriku. Tapi tidak dengan papa, aku bersitegang dengannya. Papa merasa aku tidak berkompromi dahulu dengannya tapi hanya dengan mama. Disaat itu papa marah dan menganggap aku telah gagal sekali karena tidak berkompromi dengan papa.
Aku merasa bahwa aku tidak boleh menyesali pilihanku sendiri. Karena semua itu aku yang akan menjalaninya. Aku senang dengan pilihanku dan itu sesuai kemampuanku. Makin aku dipaksa makin keras aku akan melawan. Beberapa hari setelah konflik itu terjadi mama mulai berbicara dengan papa. Akhirnya semua bisa diatasi dengan kepala dingin. Saat-saat menegangkan telah usai, kini setelah aku gagal dengan SPBM, mama memberi saran untuk melanjutkan kuliah di Universitas Islam Negeri. Tadinya aku sempat ragu karena aku tidak banyak mengetahui tentang UIN. Untungnya aku punya kenalan disana, dan dia menceritakan sepengetahuannya tentang UIN.
Setelah ku pikir-pikir tidak ada salahnya mencoba dulu. Aku mulai mendaftar dan mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Alhamdulilah aku diterima di jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Ilmu Tabiyah dan Keguruan. Tak henti-hentinya rasa syukur ku panjatkan. Mama dan papa ikut senang atas keberhasilanku. Mereka percaya bahwa ini jalan yang terbaik untuk masa depanku. Dan kakak serta adik perempuanku ikut senang atas keberhasilanku.
Di tengah-tengah rasa kebahagiaan yang ku alami, tidak sedikit teman-teman yang menanyakan aku diterima di jurusan apa?. Awalnya aku tampak ragu dan tidak percaya diri akan mengatakan bahwa aku diterima di jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Teman-teman ku yang lain ada yang berkuliah di jurusan Public Relation, IT, Akutansi, bahkan jurusan tehnik. Pacarku saja sempat meragukannya. Karena dia masuk Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Jakarta. Saat itu aku benar-benar tidak bisa mengatakan kepada yang lain bahwa aku di jurusan Bahasa Indonesia. Seakan-akan jurusan tersebut tidak ada artinya. Tapi dengan dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat serta pacarku yanng bisa bersikap dewasa. Aku pun mulai tumbuh rasa kebanggaan dan rasa keingin tahuan yang lebih lanjut tentang Bahasa Indonesia yang sebenarnya di anggap gampang oleh orang-orang tetapi dalam kenyataannya tidak. Itu menjadi tantangan yang harus bisa ku jalani. Insyaallah akan ku buktikan. Dengan semua kejadian yang telah kualami, aku sadar hidup itu pilihan, dan pilihan itu menjadi tantangan yang akan kita jalani dengan keyakinan dan rasa syukur atas semua yang sudah ALLAH berikan kepada kita semua.
No comments:
Post a Comment